Sore, Malam dan Semesta II
Karena soal rasa adalah hal ter-sensitif di eranya manusia dan beberapa perasaan adalah hal yang disembunyikan dengan rapi oleh pemiliknya. Maka demikian pun dengan diriku yang telah lama memendam sejuta bait rasa yang aku sisipkan dalam setiap buku diatas meja milikku, Sungguh sangat aku simpan dengan rapih dan terkunci dari setiap bilik mata yang mencoba membukanya.
Tapi tepat tengah malam tadi, saat anjing jalanan mulai mengaum lirih dan juga dinding kota telah padam. Aku sosok diam yang tengah berbincang akrab dengan sosok putri pemilik nama dari bait yang selalu menjadi puisiku, yang selalu mengisi dari garis dan titik sajak yang aku ciptakan. Kami mungkin hanya berbincang hangat layaknya seorang lawan jenis yang sedang berbicara dan berbagi sebuah cerita hingga tak terasa waktu pun mengulur angkanya terasa lebih cepat dari biasanya, atau mungkin karna rasa terlalu nyaman yang sedang ada dibenakku saja.
Seiring dimakanya waktu obrolan milik kami, ntah apa sebabnya aku bercerita tentang siapa sosok putri tersebut kepada pemiliknya, aku tertegun, terbata-bata hingga penuh kejang dalam mulut ketika mau mengucap fakta. Namun pada akhirnya irama seperti berpihak kepadaku, sebuah cerita yang telah muncul dari ufuk beberapa tahun lalu menjadi penyebabnya dan rasaku yang seakan telah terkumpul lama pun memuncak dan mejadi musababnya.
Seperti kata awal diatas, rasa adalah hal sensitif milik manusia yang sangat tak bisa kau goyah, namun sepertinya aku sebagai salah satu pemilik rasa dari miliaran manusia telah goyah karna seorang putri. Semua hal aku utarakan dengan lantang tanpa ragu kepada pemiliknya. Lalu? Bagaimana aku masih tak tersipu olehnya. Wanita yang sedari awal aku puja hingga berganti angka tahun pun tetap pada sosok yang sama.
Komentar
Posting Komentar